Titipan Pesan Terakhir
Kita akan merasa kehidupan lebih berarti
ketika kita bersama orang yang kita sayang. Entah dimanapun tempatnya dan
kapanpun waktunya. Namun sayang, tidak selamanya keindahan itu berjalan lurus.
Karena di dunia nyata kehidupan seseorang itu bagaikan seperti roda, kadang di
atas kadang di bawah. Tinggal bagaimana kita menjalankannya.
Saat indah itu terasa cepat berlalu, dan
kini aku harus merasakan namanya perpisahan. Hahh!! Aku paling benci dengan
kata berpisahan. Terbayang nggak rasanya
berpisah dengan orang yang kita sayang?
Pedih, bahkan lebih pedih dari sekedar luka yag tersiram air garam.
Sakit, sakitnya bukan main menggores hati. Karena perpisahan ini hanya
mendatangkan kepedihan. Tapi inilah faktanya, inilah yang benar-benar terjadi.
Kenyataan yang harus aku jalani, bukan dunia maya lagi yang hanya mengandalkan
halusinasi dan imajinasi.
Begini
lah kisahnya, aku mempunyai seorang sahabat cowok yang bernama Ikhun. Dia
adalah teman yang selalu menemani hari-hariku sejak aku duduk di bangku SMP.
Persahabatan kami berawal dari suatu perselisihan. Namun perselisihan kami
berakhir dengan kata maaf. Seiring berjalannya waktu, perselisihan itu
menjadikan hubungan kami lebih dekat dari teman, bahkan bisa dikata sahabat.
Aku
dan Khun sering menghabiskan waktu bersama, melewati sepi dalam kesendirian. Namun
setelah memasuki masa putih abu-abu hubungan kami mulai renggang. Entah karena
jarak atau apa, karena kini kami beda sekolah. Yang jelas, hubungan kami sudah
tidak seperti dulu lagi. Bahkan
komunikasi antara kami sudah terbilang jarang. Handphoneku yang biasanya setiap
menit berdering, kini hanya terlihat diam membisu diatas meja kecil. Wajahku
yang biasanya tersenyum karena kata – kata leluconnya, kini hanya tampak muram.
Astaga, aku benar – benar merasakan kegelisahan dalam hatiku ketika semua
kebiasaan itu tiba – tiba berhenti tanpa sebab yang jelas.
Beberapa hari kemudian , ketika malam berlalu
terdengar dering handphone yang tiba-tiba membangunkanku dari tidur. Dengan
cepat, kuraih handphone yang berada di samping tidurku. Ketika ku buka ada 1
pesan teks baru yang tak ku duga, ternyata dari Khun yang beberapa hari
menghilang tanpa kabar.
“Mbak Yeyen” pesan dari sahabatku
“Iya, ada apa?” balasku
“Apakah masih seperti yeyen sahabatku
yang dulu?”
“Masih dong, kok lama nggak ada kabar,
kemana aja?”
“ Akhir-akhir ini aku sibuk, maaf nggak
sempat ngasih kabar. Oh ya, makasih selama ini sudah mau mengenal aku dan
menjadi sahabatku. Mungkin selama kita bersama, banyak kesalahan yang aku lakukan,
aku minta maaf Yen nggak bisa menemani hari – hari kamu kedepannya”
“Khun?? Kenapa tiba-tiba kamu bicara
seperti ini? Kamu sahabatku, kamu tetap harus disini menemani hari-hari ku
seperti dulu” jawabku bingung
Entah kenapa perasaanku menjadi gelisah
tak menentu, apa yang sebenarnya terjadi pada Ikhun? Pikiran melayang
memikirkan hal itu.
Suatu hari terdengar berita bahwa Khun
mengalami kecelakaan yang dahsyat, sehingga keadaanya parah dan terjadi
pendarahan yang hebat di bagian organ dalam tubuhnya. Kondisi ini memungkinkan
Khun untuk sulit bertahan.
Setelah kejadian
itu, tidak pernah terlewatkan hari-hariku untuk selalu memanjatkan doa kepada
Allah agar Khun segera sembuh melawan sakit yang dideritanya dan dia bisa
menepati janjinya padaku, yaitu dia akan selalu menjagaku sampai maut
memisahkan persahabatan kita.
Sampai pada suatu hari, aku begitu shock saat aku
mendapat pesan dari teman-temanku.
"Yen, yang sabar ya, aku nggak mau kamu sedih. Tapi inilah kenyataannya Khun sudah pergi meninggalkan kita, pergi menghadap Allah S.W.T. Mungkin ini sudah menjadi jalan takdirnya. Kita harus bisa menerima dengan ikhlas. Jangan nangis ya Yen, aku juga ikut sedih kalo kamu sedih, aku sayang kamu Yen." pesannya panjang lebar.
Setelah mendengar kabar itu, air mataku langsung jatuh membasahi pipiku, badanku terasa menggigil hingga aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku yang lemah tanpa daya. Sekarang yang bisa aku lakukan adalah menangis dan menangis, hidupku terasa hancur, seperti ada yang kehilangan dari diriku.
"Yen, yang sabar ya, aku nggak mau kamu sedih. Tapi inilah kenyataannya Khun sudah pergi meninggalkan kita, pergi menghadap Allah S.W.T. Mungkin ini sudah menjadi jalan takdirnya. Kita harus bisa menerima dengan ikhlas. Jangan nangis ya Yen, aku juga ikut sedih kalo kamu sedih, aku sayang kamu Yen." pesannya panjang lebar.
Setelah mendengar kabar itu, air mataku langsung jatuh membasahi pipiku, badanku terasa menggigil hingga aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku yang lemah tanpa daya. Sekarang yang bisa aku lakukan adalah menangis dan menangis, hidupku terasa hancur, seperti ada yang kehilangan dari diriku.
Sulit sekali untukku mempercayai kenyataan ini. Butuh
waktu yang lama untuk menerima semua ini. Sudah berhari-hari aku terlarut dalam
kesedihan. Kepergiannya begitu mendadak bagiku, sulit untukku menerimanya, tapi
ini semua telah terjadi, dia meninggalkanku. Aku harus tabah, karena ini sudah
takdir dari yang Maha Kuasa.
"Khun, aku akan selalu mendoakanmu, supaya kamu sahabatku ditempatkan diantara orang-orang yang beriman di sisinya. Walaupun kamu telah tiada, rasa persahabatan kita tidak akan pernah pudar untukmu. Kenangan kita akan selalu abadi di memori hatiku. Semoga kelak nanti kita akan dipertemukan di alam sana. Amin ya Rabbal Alamin"
"Khun, aku akan selalu mendoakanmu, supaya kamu sahabatku ditempatkan diantara orang-orang yang beriman di sisinya. Walaupun kamu telah tiada, rasa persahabatan kita tidak akan pernah pudar untukmu. Kenangan kita akan selalu abadi di memori hatiku. Semoga kelak nanti kita akan dipertemukan di alam sana. Amin ya Rabbal Alamin"